Talentap.id
Beranda Industry Insights 19 Juta Lapangan Pekerjaan, Masih Mitos? Kenapa Ekonomi Menilai Target Ini Mustahil

19 Juta Lapangan Pekerjaan, Masih Mitos? Kenapa Ekonomi Menilai Target Ini Mustahil

Simak mengapa target “19 Juta Lapangan Pekerjaan” masih sekadar angan-angan. Artikel ini membahas sudut pandang para ekonom dan realitas pasar kerja Indonesia sambil memberi inspirasi bagi pelajar, mahasiswa, dan profesional muda yang ingin meningkatkan keterampilan.

Bayangkan sebuah janji ambisius: 19 juta lapangan pekerjaan. Bagi para pelajar, mahasiswa, atau profesional muda, angka sebesar ini terdengar seperti harapan baru: masa depan cerah dengan banyak peluang kerja. Tapi, apakah target itu benar-benar realistis?

Saat ini, BPS mencatat pengangguran mencapai 7,28 juta orang pada Februari 2025, dengan serapan kerja baru beberapa juta,  jauh dari angka 19 juta lapangan pekerjaan yang dijanjikan. Nah, pertanyaannya: apakah “19 juta lapangan pekerjaan” itu sekadar mitos sebuah angka simbolik tanpa dasar kuat?

Kita akan bahas bersama: dari janji kampanye, realitas di lapangan, sampai pandangan para ekonom. Artikel ini ditujukan untuk kamu yang ingin memahami kenapa target itu terasa mustahil dan bagaimana kamu bisa mempersiapkan diri agar jadi bagian dari solusi, bukan bagian dari statistik.

Mengapa Angka 19 Juta Lapangan Pekerjaan Sulit Dicapai?

1. Asal-usul Janji dan Dasar Angkanya

Janji 19 juta lapangan pekerjaan pertama kali disampaikan oleh Gibran Rakabuming Raka saat debat pilpres mengatasnamakan potensi dari hilirisasi, pemerataan pembangunan, ekonomi kreatif, dan UMKM. Janji ini kemudian mencuat lagi di media sosial dan berita nasional.

2. Pandangan Ekonom: Realita versus Harapan

Para ekonom menilai penyerapan tenaga kerja dari pertumbuhan ekonomi kini jauh lebih rendah dibanding dulu. Celios memperkirakan satu persen pertumbuhan ekonomi sekarang hanya menyerap sekitar 100–120 ribu tenaga kerja. Artinya, dalam lima tahun bisa hanya menambah sekitar 3 juta pekerja, jauh dari 19 juta.

Indef juga menunjukkan masalah di sektor manufaktur sebagai salah satu penyebab: ketergantungan bahan baku impor, biaya produksi tinggi akibat dolar kuat, menekan permintaan dan memicu PHK.

3. Janji vs Realisasi: Apa Kata Wamenaker dan Fakta di Lapangan?

Wakil Menteri Ketenagakerjaan mengakui bahwa target ini “bukan hal yang gampang” dan butuh kolaborasi lintas sektor serta waktu panjang.

Sementara itu, program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya menargetkan menyerap 1,5 juta tenaga kerja, diikuti Koperasi Merah Putih hingga 2 juta, serta program padat karya sejumlah kecil. Totalnya masih jauh dari 19 juta.

APINDO memberikan gambaran lebih konkret dari sisi investasi: setiap Rp 1 triliun hanya mampu menyerap sekitar 1.300 tenaga kerja. Jika dikalkulasi, untuk mendapatkan 19 juta pekerjaan, dibutuhkan investasi dalam jumlah fantastis yang saat ini sulit tercapai.

4. Isu Struktural: Pendidikan, Keterampilan, dan PHK

Tingkat pengangguran 7,28 juta orang, termasuk banyak lulusan sarjana dan diploma menunjukkan bahwa pendidikan belum menjawab kebutuhan dunia kerja.

Fenomena lulusan yang bekerja di luar bidang atau bahkan jadi pengemudi ojek online menunjukkan ketidaksesuaian antara kurikulum dan industri.

Gagalnya Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan Bukan Akhir, Tapi Awal Refleksi

Menggali Faktor Utama Kegagalan Aspiratif

  • Investasi padat modal, bukan padat karya

Investasi besar banyak diarahkan ke sektor pertambangan dan smelter yang menyerap sedikit tenaga kerja.

  • Downsize dan PHK di industri manufaktur

Krisis biaya mendorong efisiensi kerja dengan mengurangi tenaga kerja memicu pengangguran baru.

  • Pendidikan belum adaptif

Banyak lulusan merasa tidak siap untuk pekerjaan di sektor nyata karena kurikulum terlalu teoritis .

  • Kebijakan belum selaras dengan kebutuhan pasar

Pendanaan, pelatihan, dan akses wirausaha masih terbatas dan tidak ditargetkan secara inklusif.

Anak Muda sebagai Agen Perubahan: Yuk Siapkan Diri!

Meskipun angka “19 juta lapangan pekerjaan” hanya sekadar retorika, kamu bisa jadi bagian dari solusi. Berikut beberapa cara efektif:

  • Asah skill digital dan adaptif

Seiring dengan transisi ekonomi digital, kemampuan coding, desain, data analysis, dan digital marketing akan semakin dicari.

  • Kembangkan soft skill: komunikasi, problem solving, kolaborasi

Banyak perusahaan menghargai lulusan yang tak hanya punya skill teknis, tapi juga siap kerja tim dan berpikir kritis.

  • Jelajahi peluang wirausaha

Pemerintah dan lembaga sering membuka pelatihan, inkubasi, atau dana untuk UKM dan wirausaha muda.

  • Manfaatkan platform freelance dan gig economy

Jangan tunggu pekerjaan formal. Mulai portfolio lewat project online untuk pengalaman real.

  • Terus update tren industri dan network profesional

LinkedIn, forum, komunitas industri bisa jadi jembatan antara kamu dan peluang nyata, baik pekerjaan maupun kolaborasi.

Apakah “19 Juta Lapangan Pekerjaan” Masih Mitos?

Janji 19 juta lapangan pekerjaan muncul dalam kampanye Pilpres 2024 oleh Gibran Rakabuming Raka. Angka ini dianggap ambisius karena dasarnya berasal dari proyeksi hilirisasi, pemerataan pembangunan, ekonomi kreatif, UMKM, dan transisi energi hijau.

Para ekonom menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini hanya mampu menyerap sekitar 100-120 ribu tenaga kerja untuk setiap 1 persen kenaikan. Dalam lima tahun, totalnya hanya sekitar 3 juta tenaga kerja baru, jauh dari 19 juta.

Program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, dan padat karya memang menambah lapangan kerja, tetapi skalanya masih kecil. APINDO bahkan menghitung bahwa untuk menciptakan 19 juta pekerjaan, diperlukan investasi triliunan rupiah dalam jumlah yang sangat besar.

Tantangan struktural juga menjadi penghambat, seperti pendidikan yang belum selaras dengan kebutuhan industri, investasi yang cenderung padat modal bukan padat karya, serta PHK di sektor manufaktur.

Kesimpulannya, target ini lebih terlihat sebagai simbol harapan politik dibanding target realistis dalam jangka pendek. Namun, kegagalan mencapainya bukan berarti akhir dari upaya menciptakan pekerjaan. Justru ini menjadi momentum untuk refleksi dan memperkuat strategi penciptaan lapangan kerja yang nyata.

Ayo Ambil Peranmu!

Kalau kamu seorang pelajar, mahasiswa, atau profesional muda, jadilah bagian dari perubahan nyata. Mulai:

  • Tingkatkan kompetensi teknis dan soft-skillmu
  • Telusuri peluang wirausaha atau kerja freelance
  • Ikuti pelatihan dan sertifikasi yang mendukung karier
  • Bagikan artikel ini ke teman-teman dan diskusikan solusi nyata
  • Jelajahi komunitas profesional untuk memperluas koneksi

FAQ

1. Benarkah janji 19 juta lapangan pekerjaan pernah disampaikan oleh pejabat?

Ya. Gibran Rakabuming Raka, saat kampanye Pilpres 2024, menjanjikan 19 juta lapangan pekerjaan melalui hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, UMKM, dan ekonomi kreatif.

2. Kenapa target 19 juta pekerjaan itu sulit tercapai?

Karena penyerapan tenaga kerja dari pertumbuhan ekonomi kini lebih rendah, investasi banyak ke sektor padat modal, PHK di sektor manufaktur, dan pendidikan belum menyatu dengan kebutuhan industri.

3. Apakah pemerintah punya program konkret untuk menyerap tenaga kerja?

Ya. Ada program seperti MBG, Koperasi Merah Putih, dan padat karya. Namun targetnya jauh di bawah 19 juta.

4. Apa peran anak muda dalam konteks sulitnya penciptaan lapangan kerja?

Kamu bisa meningkatkan keterampilan, wirausaha, berjejaring, dan aktif dalam ekonomi digital. Jadi, jangan hanya menunggu tapi ciptakan peluangmu sendiri.

5. Apakah berita soal 19 juta pekerjaan itu hoaks?

Bukan hoaks, karena memang pernah disampaikan. Namun realisasinya sangat jauh dari angka tersebut. Hanya saja beberapa pihak menilai angka itu terlalu ambisius.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan