Talentap.id
Beranda Career Development Apakah Semua Orang Harus Ambisius? Atau Boleh Kerja Secukupnya Saja?

Apakah Semua Orang Harus Ambisius? Atau Boleh Kerja Secukupnya Saja?

Apakah semua orang harus ambisius untuk sukses? Artikel ini membahas fenomena kerja cukup-cukup saja di kalangan pelajar, mahasiswa, dan profesional muda Indonesia secara mendalam dan relevan.

Momen hangat diskusi ringan di kafe.

Apakah Harus Ambisius untuk Sukses?

Di era media sosial yang penuh pencapaian dan postingan tentang “grind culture”, muncul satu pertanyaan yang mengganggu banyak anak muda: Apakah saya harus ambisius untuk bisa dianggap sukses? Atau, bolehkah saya bekerja cukup-cukup saja, tanpa harus mengejar promosi, startup, atau gaya hidup hustle?

Bagi pelajar, mahasiswa, dan profesional muda di Indonesia, ini bukan cuma pertanyaan filosofis. Ini pertanyaan hidup sehari-hari. Terutama di tengah tuntutan ekonomi, budaya kerja yang semakin intens, dan tekanan sosial yang mengagungkan ambisi sebagai satu-satunya jalan menuju validasi.

Fenomena ini kerap muncul di TikTok, X (Twitter), hingga komunitas digital seperti Reddit. Ungkapan seperti “kerja cukup buat makan dan bayar kosan” atau “yang penting hidup tenang” menjadi pembicaraan umum. Tapi, apakah benar boleh tidak ambisius di dunia kerja hari ini?

Mari kita bahas bersama dalam artikel ini.


Apa Arti Ambisi Sebenarnya?

Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu memahami arti ambisi secara utuh.

Secara umum, ambisi adalah dorongan kuat untuk mencapai sesuatu yang besar. Dalam dunia kerja, ambisi sering dikaitkan dengan target karier, jabatan tinggi, pendapatan besar, atau pencapaian prestisius lainnya.

Namun, ambisi tidak selalu berarti negatif atau obsesif. Ambisi bisa berarti ingin hidup lebih baik, ingin membantu keluarga, atau ingin mandiri secara finansial. Jadi, spektrum ambisi sangat luas, dari motivasi personal hingga sosial.

Apakah Semua Orang Punya Ambisi yang Sama?

Tentu tidak. Beberapa orang merasa cukup bekerja 8 jam sehari, gaji stabil, dan waktu luang yang cukup. Yang lain merasa terdorong untuk terus naik tangga karier, membuat usaha sendiri, atau menempuh pendidikan tinggi di luar negeri.

Tidak ada yang salah dari kedua pilihan tersebut. Yang penting adalah apakah pilihan itu sadar, bernilai personal, dan tidak dibentuk karena tekanan dari luar.


Kenapa Budaya Ambisi Terlihat Dominan?

1. Pengaruh Media Sosial

Media sosial adalah tempat ideal untuk menunjukkan versi terbaik dari diri seseorang. Kita melihat pencapaian orang lain tanpa tahu proses dan perjuangan di baliknya. Ini menciptakan ilusi bahwa semua orang sukses dan produktif setiap saat.

2. Lingkungan Kerja yang Kompetitif

Banyak tempat kerja di Indonesia mengadopsi sistem penilaian berbasis target. Karyawan yang overachiever lebih dihargai, bahkan kadang dianggap lebih “berkomitmen”. Akibatnya, mereka yang bekerja “cukup” bisa dianggap tidak berambisi, meski mereka sebenarnya profesional dan bertanggung jawab.

3. Narasi “Kerja Keras, Sukses Pasti Datang”

Ini adalah narasi yang sangat populer dalam pendidikan dan motivasi. Padahal kenyataannya, tidak semua kerja keras menghasilkan kesuksesan yang sama. Ada faktor privilege, kesempatan, jaringan, dan keberuntungan yang berperan besar.


Boleh Nggak Sih, Kerja Cukup-Cukup Saja?

Jawabannya: boleh banget. Tapi ada beberapa hal yang perlu kamu pahami agar pilihan ini tidak menjadi bumerang.

1. Cukup Versi Siapa?

Kata “cukup” bisa sangat relatif. Bagi satu orang, gaji UMR sudah cukup. Bagi yang lain, butuh 10 juta per bulan agar merasa aman. Jadi, sebelum memutuskan untuk kerja secukupnya, pastikan kamu tahu standar hidupmu dan kebutuhan masa depan.

2. Waspada dengan Pasrah Berkedok Ikhlas

Banyak orang bilang ingin hidup tenang, tapi sebenarnya sedang burnout atau tidak percaya diri. Mereka menyerah sebelum berjuang. Ini beda dengan benar-benar memilih hidup cukup dan sadar dengan batasan pribadi.

3. Hidup Tenang Butuh Perencanaan

Kalau ingin hidup tenang tanpa kejar target ambisius, kamu tetap perlu perencanaan. Seperti:

  • Dana darurat
  • Asuransi kesehatan
  • Pensiun
  • Biaya hidup stabil

Kalau semua itu belum dipikirkan, maka bekerja cukup-cukup saja bisa jadi keputusan yang berisiko.


5 Alasan Mengapa Hidup Nggak Harus Selalu Ambisius

  1. Kesehatan mental lebih penting dari citra sukses
    Hidup bukan lomba. Kamu bukan harus jadi yang tercepat, tapi yang paling sehat dan bahagia.
  2. Waktu adalah aset yang tak tergantikan
    Kalau kamu menghargai waktu dengan keluarga, teman, dan hobi, itu juga bagian dari kesuksesan.
  3. Ambisi bisa berubah
    Dulu mungkin kamu ingin jadi CEO. Sekarang kamu hanya ingin kerja remote dan punya waktu baca buku. Itu sah-sah saja.
  4. Banyak jalur menuju hidup layak
    Tidak semua orang harus naik jabatan terus menerus. Banyak juga yang hidup damai dengan penghasilan tetap dan waktu luang berkualitas.
  5. Produktivitas ≠ Nilai Diri
    Kamu tetap berharga meski tidak bekerja lembur setiap hari.

Tapi Kalau Saya Ambisius, Apakah Salah?

Tentu tidak. Ambisi juga sah, asal tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Tips Sehat untuk Kamu yang Ambisius:

  • Tetap beri waktu istirahat
  • Tentukan batas kerja dan personal
  • Jangan bandingkan diri terus-menerus
  • Ubah ambisi jadi strategi, bukan obsesi

Mana yang Lebih Baik: Ambisius atau Cukup-Cukup Saja?

Jawaban ini sangat personal. Tidak ada yang benar atau salah secara universal.

Yang penting adalah:

✅ Kamu tahu alasanmu
✅ Kamu bisa mempertahankan pilihan itu secara finansial dan emosional
✅ Kamu tidak merugikan dirimu sendiri atau orang terdekat


FAQ (Pertanyaan yang Sering Ditanyakan)

1. Apakah kerja secukupnya berarti tidak punya tujuan hidup?

Tidak. Justru banyak yang sadar tujuan hidupnya bukan soal kerja, tapi tentang keseimbangan dan kebahagiaan pribadi.

2. Apakah orang yang ambisius lebih sukses?

Belum tentu. Banyak orang ambisius yang akhirnya lelah, sementara orang yang bekerja secukupnya bisa punya kualitas hidup yang lebih baik.

3. Apakah budaya hustle itu buruk?

Tidak selalu buruk, tapi bisa jadi toksik kalau dipaksakan tanpa istirahat dan tanpa arah yang jelas.

4. Bagaimana cara tahu saya ambisius atau cukup-cukup saja?

Lihat dari kebiasaanmu: apakah kamu selalu ingin lebih atau sudah nyaman dengan kondisi sekarang? Dan apakah itu membuatmu tenang?

5. Bagaimana jika orang sekitar memaksa saya untuk lebih ambisius?

Penting untuk punya pendirian. Dengarkan saran mereka, tapi kamu yang paling tahu kapasitas dan keinginanmu.


Kesimpulannya Pilih Jalanmu Sendiri, Bukan Jalan Orang Lain

Baik ambisius maupun bekerja secukupnya, keduanya adalah pilihan yang valid. Tidak semua orang harus jadi bos, founder, atau top performer. Sama seperti tidak semua orang cocok hidup minimalis atau jadi freelancer.

Yang terpenting adalah memilih dengan sadar, bukan karena tekanan.

Kalau kamu memilih kerja cukup-cukup saja, pastikan kamu punya sistem yang mendukungnya: perencanaan keuangan, batasan sehat, dan jaringan sosial yang suportif.

Sebaliknya, kalau kamu ambisius, pastikan kamu tetap manusia—yang istirahat, punya waktu bersenang-senang, dan tidak membandingkan diri terus-menerus.


Sudah tahu kamu tim ambisius atau tim kerja secukupnya? Yuk, bagikan artikel ini ke teman-temanmu yang juga sedang mencari arah hidup. Dan kalau kamu ingin eksplor lebih banyak soal pengembangan diri dan karier, jangan lupa subscribe blog ini untuk konten inspiratif setiap minggunya.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan