Produk Bagus Gak Cukup: Ini Cara Bikin Audiens Ngerasa Butuh Produk Digital Kamu
Produk digital bagus belum tentu laku. Begini cara bikin audiens ngerasa butuh dan mau beli, bukan cuma sekadar tahu.

Kamu udah capek-capek bikin e-book, template, kelas online, atau aplikasi dengan kualitas terbaik. Desainnya rapi, fiturnya lengkap, harganya masuk akal. Tapi setelah launching, hasilnya bikin nyesek: cuma beberapa orang yang beli. Sisanya? Scroll lewat atau bahkan gak tahu produkmu ada.
Masalahnya sering bukan di kualitas produk, tapi di persepsi audiens. Mereka belum merasa butuh. Produk bagus aja gak cukup kalau orang belum sadar bahwa mereka punya masalah yang bisa diselesaikan oleh produkmu.
Yuk bahas gimana caranya bikin audiens ngerasa “Eh, ini yang gue cari!” sebelum mereka sadar mereka butuh.
Kenapa Produk Bagus Bisa Gak Laku?
Banyak produk digital gagal bukan karena jelek, tapi karena:
- Tidak ada urgensi untuk membeli
- Audiens belum merasa punya masalah
- Branding kurang tepat
- Tidak tahu cara positioning produk secara emosional
Masalah utamanya: produk digital adalah solusi. Tapi kalau orang gak sadar ada masalah, mereka gak akan nyari solusi.
1. Bangun Kesadaran Masalah Sebelum Jualan
Langkah pertama sebelum pitching produk adalah bikin audiens sadar bahwa mereka punya “rasa gak nyaman” yang belum mereka sadari sepenuhnya.
Contoh:
Kamu jual template CV ATS-friendly. Jangan langsung bilang “ini template terbaik”, tapi mulai dengan konten seperti:
- “5 alasan CV kamu gak pernah dilirik HRD”
- “Tanpa tahu ini, CV kamu bisa langsung dibuang sistem”
Dengan begitu, kamu bantu mereka menyadari masalah dulu. Baru produkmu masuk sebagai jawaban.
2. Posisikan Produk Sebagai Jalan Keluar, Bukan Barang
Produk digital harus diposisikan bukan sebagai objek, tapi sebagai transformasi. Orang gak beli e-book, mereka beli perubahan dari bingung ke paham. Orang gak beli kelas, mereka beli rasa percaya diri saat wawancara kerja.
Jadi, saat kamu menulis deskripsi produk, fokus pada:
- “Apa yang akan berubah setelah pakai ini?”
- “Apa rasa sakit yang bisa dihindari?”
Hindari hanya menyebut fitur. Tekankan hasil yang bisa mereka alami.
3. Gunakan Bahasa Audiens, Bukan Bahasa Teknis
Kamu mungkin bangga dengan istilah “user onboarding framework berbasis UX writing”. Tapi audiens kamu justru lebih relate dengan kalimat:
- “Biar user gak bingung saat pertama buka aplikasi kamu”
- “Ngurangi churn pas hari pertama user pakai produk”
Semakin dekat bahasa kamu dengan bahasa sehari-hari audiens, semakin cepat mereka nyambung dan tertarik.
4. Bangun Kredibilitas Lewat Cerita, Bukan Sekadar Testimoni
Bilang “dipakai oleh 3.000 pengguna” oke, tapi cerita “Gimana Ari bisa dapet klien pertama setelah pakai template proposal dari kamu” jauh lebih kuat secara emosional.
Cerita membangun rasa “itu bisa terjadi juga ke aku”. Dan rasa itu jauh lebih kuat dibanding angka kering.
Bentuk konten yang bisa kamu buat:
- Mini thread tentang pengalaman real pengguna
- Video singkat review dari user
- Studi kasus ringan di blog atau Instagram
5. Gunakan Teknik Scarcity dan FOMO Secara Halus
Orang lebih cepat mengambil keputusan kalau ada urgensi. Tapi urgensi bukan berarti bikin orang takut, melainkan mendorong mereka bertindak.
Contoh:
- “Hanya dibuka untuk 100 peserta batch pertama”
- “Harga promo sampai Jumat malam”
- “Akses lifetime hanya untuk pendaftar bulan ini”
Gunakan secara elegan dan jujur, agar tidak terkesan memaksa atau palsu.
6. Edukasi Pelan-Pelan Sebelum Jualan
Jangan langsung lempar link jualan. Bangun proses nurturing lewat konten edukatif. Misalnya:
- Buat konten carousel tentang problem umum audiens
- Kasih free mini tool (checklist, video, kuis) yang bikin mereka mikir
- Kirim email rutin dengan insight praktis sebelum promosi produk
Orang lebih percaya dan tertarik beli dari kreator yang udah bantu mereka gratis sebelumnya.
7. Jangan Takut Repetisi, Tapi Lakukan Secara Cerdas
Orang butuh lihat pesan yang sama berulang kali sebelum ambil tindakan. Tapi kalau kamu terus bilang “Beli sekarang!” tiap hari, mereka bakal skip.
Ganti angle, bukan pesannya.
Contoh:
- Hari 1: Cerita testimoni user
- Hari 2: Konten edukasi relevan
- Hari 3: Behind the scene pembuatan produk
- Hari 4: Reminder tentang promo terbatas
Repetisi cerdas lebih efektif daripada hard-selling tiap hari.
8. Buat Audiens Merasa Jadi Bagian dari Perubahan
Libatkan audiens dalam proses. Bikin mereka merasa produk ini juga dibangun buat mereka, bukan cuma buat dijual.
Contoh:
- Survei singkat: “Kalau kamu ikut kelas ini, topik mana yang paling kamu butuhin?”
- Tanya opini: “Desain mana yang lebih enak dibaca?”
- Ajak mereka uji coba produk sebelum launching
Semakin besar rasa kepemilikan, semakin tinggi kemungkinan mereka beli saat produk rilis.
Produk Bagus Adalah Pondasi, Tapi Narasi Adalah Jembatannya
Kamu bisa bikin produk sebagus mungkin, tapi tanpa narasi yang nyambung ke emosi audiens, produk itu akan lewat begitu saja.
Orang gak beli karena “butuh sesuatu”. Mereka beli karena “ngerasa butuh sesuatu”.
Bangun rasa itu lewat konten yang cerdas, komunikasi yang jujur, dan pengalaman yang konsisten. Karena di dunia digital, nilai bukan cuma di isi produk — tapi di persepsi yang dibangun dari awal interaksi.
Ingat, produk bagus penting. Tapi yang bikin orang beli adalah ketika mereka merasa hidupnya bakal lebih baik setelah punya produkmu.
Baca artikel lain seputar strategi digital marketing dan pengembangan produk hanya di Talentap.id.