Talentap.id
Beranda Career Preparation 3 Jenis Analisis Data Wajib Dikuasai oleh Product Analyst Pemula

3 Jenis Analisis Data Wajib Dikuasai oleh Product Analyst Pemula

Ingin sukses sebagai product analyst? Pelajari tiga jenis analisis data utama yang harus dikuasai agar bisa bantu tim produk mengambil keputusan cerdas dan berbasis data.

WFA dengan pemandangan sawah Ubud yang tenang.

Peran Product Analyst Semakin Dibutuhkan, Tapi Keterampilannya Masih Kurang Dipahami

Dalam dunia digital yang serba cepat seperti sekarang, keberhasilan sebuah produk digital tidak hanya bergantung pada desain yang menarik atau fitur yang canggih. Di balik semua itu, ada satu peran yang mulai naik daun dan semakin krusial, yaitu product analyst.

Product analyst adalah “mata dan telinga” tim produk. Mereka membantu menjawab pertanyaan seperti: fitur mana yang paling sering digunakan pengguna, mengapa pengguna berhenti di halaman tertentu, atau bagaimana performa produk berubah setelah peluncuran fitur baru. Namun sayangnya, masih banyak pemula atau calon analyst yang belum tahu persis jenis analisis apa saja yang sebenarnya harus dikuasai.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tiga jenis analisis data yang wajib dikuasai oleh setiap product analyst, terutama jika kamu adalah mahasiswa, pelajar, atau profesional muda yang ingin masuk ke dunia teknologi dan produk digital. Simak baik-baik karena ini bisa jadi langkah awal untuk karier data-driven kamu.


Apa Itu Product Analyst dan Tugasnya?

Sebelum masuk ke jenis analisis, mari kita pahami dulu siapa itu product analyst.

Seorang product analyst bertanggung jawab untuk menganalisis performa produk, memahami perilaku pengguna, dan membantu tim membuat keputusan berbasis data. Mereka bekerja sama dengan product manager, UX designer, dan engineer untuk mengembangkan fitur yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Tugas utamanya meliputi:

  • Mengumpulkan dan membersihkan data pengguna
  • Melakukan analisis terhadap perilaku atau metrik performa
  • Membuat laporan dan rekomendasi untuk pengambilan keputusan produk
  • Menguji hipotesis melalui A/B testing atau eksperimen lainnya

Lalu, apa saja jenis analisis data yang harus mereka kuasai?


Tiga Jenis Analisis Data yang Harus Dikuasai Setiap Product Analyst

1. Descriptive Analysis: Memahami Apa yang Terjadi

Descriptive analysis adalah bentuk analisis paling dasar. Fokus utamanya adalah menjawab pertanyaan “apa yang sedang terjadi” atau “apa yang telah terjadi” dengan melihat data historis.

Contoh penerapan:

  • Berapa banyak pengguna aktif harian (Daily Active Users)?
  • Fitur mana yang paling sering digunakan minggu lalu?
  • Berapa lama rata-rata waktu yang dihabiskan pengguna di aplikasi?

Tools yang biasa digunakan:

  • Google Analytics
  • Tableau atau Power BI
  • SQL untuk querying data

Mengapa penting bagi product analyst:
Descriptive analysis memberikan gambaran umum performa produk. Tanpa pemahaman ini, sulit untuk tahu di mana letak masalah atau peluang.

2. Diagnostic Analysis: Menggali Mengapa Hal Itu Terjadi

Kalau descriptive analysis menjawab “apa”, maka diagnostic analysis mencoba menjawab “mengapa”. Jenis analisis ini fokus mencari akar penyebab dari tren atau anomali dalam data.

Contoh penerapan:

  • Mengapa pengguna churn (berhenti menggunakan) setelah hari ke-3?
  • Mengapa konversi turun setelah peluncuran versi aplikasi terbaru?
  • Mengapa ada lonjakan traffic tapi tidak diikuti pembelian?

Tools yang biasa digunakan:

  • SQL untuk analisis mendalam
  • Exploratory Data Analysis (EDA) dengan Python (pandas, seaborn)
  • Funnel analysis di Mixpanel atau Amplitude

Mengapa penting bagi product analyst:
Dengan mengetahui penyebab sebuah fenomena, product analyst bisa memberikan rekomendasi yang lebih tajam dan berdampak nyata bagi tim produk.

3. Predictive Analysis: Memproyeksikan Apa yang Akan Terjadi

Predictive analysis berusaha memprediksi masa depan berdasarkan pola historis. Ini melibatkan teknik statistik atau machine learning untuk membuat model yang bisa memproyeksikan perilaku pengguna atau tren produk.

Contoh penerapan:

  • Memproyeksikan jumlah pengguna aktif bulan depan
  • Memprediksi risiko churn pengguna berdasarkan aktivitas terakhir
  • Menentukan peluang sukses dari fitur baru sebelum diluncurkan

Tools yang biasa digunakan:

  • Python (scikit-learn, XGBoost)
  • R untuk statistik lanjutan
  • Forecasting tools seperti Facebook Prophet

Mengapa penting bagi product analyst:
Predictive analysis membantu tim untuk lebih siap dalam menghadapi masa depan. Ini memungkinkan tim produk mengambil keputusan strategis sebelum sebuah masalah muncul.


Bagaimana Cara Belajar Tiga Jenis Analisis Ini?

Tips Belajar Descriptive Analysis

  • Kuasai SQL untuk menggali data dari database
  • Pelajari dasar-dasar visualisasi di Excel, Google Sheets, atau BI tools
  • Latihan membuat laporan mingguan dari data yang tersedia (misal data publik dari Kaggle)

Tips Belajar Diagnostic Analysis

  • Latihan membuat funnel atau cohort analysis
  • Gunakan Python untuk eksplorasi data dan mencari anomali
  • Biasakan bertanya “mengapa” saat melihat setiap tren

Tips Belajar Predictive Analysis

  • Pahami regresi, klasifikasi, dan evaluasi model (confusion matrix, MAE, dll)
  • Ikut proyek akhir di platform pembelajaran seperti Dicoding, RevoU, MySkill
  • Ikut serta dalam hackathon atau kompetisi analisis data

Studi Kasus: Penerapan Tiga Analisis oleh Product Analyst di Dunia Nyata

Contoh 1: Gojek dan Retensi Pengguna Baru

Descriptive: Gojek menemukan bahwa hanya 40 persen pengguna baru yang menggunakan layanan lebih dari dua kali.

Diagnostic: Setelah analisis funnel, ditemukan bahwa pengguna gagal melakukan top-up saldo dalam aplikasi, yang menyebabkan frustrasi.

Predictive: Gojek menggunakan model prediksi untuk menentukan pengguna yang berpotensi churn dalam 7 hari dan mengirimkan push notification personalisasi.

Contoh 2: Tokopedia dan Optimalisasi Fitur Wishlist

Descriptive: Metrik menunjukkan banyak pengguna menambahkan barang ke wishlist tetapi tidak membelinya.

Diagnostic: Dari heatmap, ditemukan bahwa tombol “wishlist” terlalu dekat dengan tombol “beli sekarang”, menyebabkan kesalahan klik.

Predictive: Tim data membuat model yang memperkirakan kemungkinan konversi dari wishlist menjadi pembelian dan memprioritaskan notifikasi follow-up hanya untuk pengguna potensial.


Kapan Harus Menggunakan Masing-Masing Analisis?

TujuanJenis Analisis yang Digunakan
Memahami performa produk secara umumDescriptive Analysis
Menyelesaikan masalah atau tren negatifDiagnostic Analysis
Membuat strategi ke depan atau proyeksiPredictive Analysis

Saatnya Tingkatkan Skill Data-Driven Kamu!

Kalau kamu ingin jadi product analyst yang andal, kuasai tiga jenis analisis ini secepat mungkin. Jangan tunggu sampai punya pengalaman kerja bertahun-tahun.

✅ Mulai dari descriptive analysis hari ini dengan menganalisis data sederhana
✅ Coba ikut bootcamp atau kelas gratis online untuk belajar SQL dan Python
✅ Bagikan artikel ini ke temanmu yang juga tertarik jadi product analyst

Semakin kamu latihan, semakin cepat kamu bisa memberikan nilai nyata bagi tim produk dan membuka jalan ke karier data yang menjanjikan.


FAQ: Pertanyaan Seputar Analisis Data untuk Product Analyst

1. Apakah saya harus jago coding untuk jadi product analyst?

Tidak harus jago, tapi sebaiknya punya dasar SQL dan Python untuk analisis yang lebih dalam.

2. Apakah ketiga jenis analisis ini harus dipelajari sekaligus?

Tidak. Mulailah dari descriptive analysis, lalu bertahap ke diagnostic dan predictive sesuai dengan pengalaman dan proyek yang kamu kerjakan.

3. Apa bedanya product analyst dan data analyst?

Product analyst lebih fokus pada performa dan perilaku pengguna di dalam produk digital. Sementara data analyst bisa mencakup berbagai bidang seperti keuangan, operasi, dan marketing.

4. Apakah analisis ini bisa diterapkan di startup kecil?

Bisa. Bahkan di startup dengan tim kecil, memahami data pengguna secara mendalam bisa jadi kunci sukses produk.

5. Bagaimana cara melatih skill analisis tanpa pengalaman kerja?

Kamu bisa menggunakan data publik (seperti dari Kaggle), ikut komunitas data, atau membuat studi kasus sendiri untuk latihan.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan