Kita Nggak Malas, Kita Cuma Lelah Ngejar Target yang Bukan Milik Kita
Merasa cepat lelah, kurang semangat, dan sering disebut malas? Mungkin kamu hanya kehabisan energi mengejar target yang sebenarnya bukan milikmu. Pahami penyebabnya dan temukan arah yang tepat di artikel ini.

Lelah, Bukan Malas: Kenapa Kita Gampang Kehabisan Energi?
Berapa kali kamu bangun pagi dengan tubuh masih berat, buka laptop tapi tidak tahu harus mulai dari mana, lalu terdiam beberapa menit sebelum akhirnya menyerah pada distraksi? Setelah itu, muncul rasa bersalah. “Kenapa sih aku males banget?” pikirmu. Tapi kalau dipikir-pikir, kamu bukan tidak mau bekerja atau belajar. Kamu hanya merasa hampa. Kosong. Tidak tahu apa yang sedang kamu kejar.
Bagi pelajar, mahasiswa, dan profesional muda, perasaan ini sangat umum. Kita tumbuh di tengah budaya produktivitas ekstrem, di mana diam dianggap gagal, dan pencapaian orang lain jadi standar kesuksesan pribadi. Sayangnya, banyak dari kita akhirnya berlari mengejar target yang tidak pernah kita pilih sendiri.
Apakah ini berarti kita malas? Tidak juga. Bisa jadi, kita hanya lelah terus-menerus mengejar sesuatu yang sebenarnya bukan tujuan hidup kita.
Apa Itu Target yang Bukan Milik Kita?
Target yang bukan milik kita adalah tujuan yang tidak lahir dari keinginan atau nilai-nilai pribadi, tapi dari ekspektasi eksternal. Misalnya:
- Jurusan kuliah pilihan orang tua
- Karier impian versi masyarakat
- Gaya hidup yang dipaksakan karena tren sosial media
- Prestasi yang dikejar demi validasi, bukan kepuasan diri
Kita tumbuh dengan banyak suara: “Nanti susah cari kerja,” “Yang keren itu kerja di korporat besar,” “Masa gaji cuma segitu?” Lama-lama, suara mereka jadi suara kita. Kita merasa gagal kalau tidak mengikuti jalur “sukses” yang katanya sudah terbukti. Padahal, tidak semua orang harus jadi pengusaha, kerja di start-up, atau sekolah S2 di luar negeri.
Tanda-Tanda Kamu Mengejar Target yang Bukan Milikmu
Tidak semua kelelahan berasal dari kurang tidur atau terlalu sibuk. Ada kelelahan emosional yang datang dari ketidaksesuaian antara hidup yang kamu jalani dan nilai-nilai yang kamu yakini.
Berikut tanda-tandanya:
- Motivasi mudah naik turun
Hari ini semangat, besok merasa putus asa tanpa alasan jelas. - Sulit menikmati proses meskipun hasil bagus
Kamu berprestasi, tapi merasa tidak puas atau hampa. - Mudah tersulut perbandingan dengan orang lain
Kamu merasa kalah karena pencapaian orang lain, bukan karena tujuanmu sendiri tidak tercapai. - Sering mempertanyakan makna dari pekerjaan atau studi yang sedang dijalani
Rasanya hanya mengulang rutinitas tanpa arah yang jelas. - Tiba-tiba merasa burnout walau beban kerja tidak terlalu berat
Energi cepat terkuras, padahal pekerjaan biasa saja.
Mengapa Ini Jadi Masalah Serius untuk Generasi Muda?
Tekanan sosial di era digital membuat batas antara cita-cita pribadi dan standar publik makin kabur. Kita punya terlalu banyak akses untuk melihat “kesuksesan” orang lain, tapi sedikit ruang untuk bertanya: “Apa sih arti sukses versi diri sendiri?”
Masalahnya, jika terus dibiarkan, ini bisa berdampak buruk:
- Burnout jangka panjang
- Hilangnya semangat belajar dan berkembang
- Merasa gagal meskipun sebenarnya sudah berprogres
- Tidak percaya diri karena terlalu banyak pembanding
Langkah-Langkah Mengenali dan Membentuk Target Versi Dirimu Sendiri
Kalau kamu merasa selama ini mengejar sesuatu yang tidak membuatmu bahagia, saatnya berhenti sejenak dan refleksi. Berikut beberapa langkah yang bisa membantumu keluar dari siklus “kejar target yang bukan milik sendiri”.
1. Tanyakan: Apa yang Membuatmu Merasa Hidup?
Bukan pertanyaan besar seperti “apa tujuan hidupmu?”, tapi hal-hal sederhana:
- Aktivitas apa yang bikin kamu lupa waktu?
- Topik apa yang bikin kamu semangat belajar?
- Kapan terakhir kali kamu merasa bangga pada diri sendiri tanpa validasi dari orang lain?
Jawaban dari pertanyaan ini bisa jadi petunjuk awal tentang nilai dan minat asli kamu.
2. Bedakan Antara “Suka” dan “Mampu”
Kamu mungkin pintar dalam hal tertentu, tapi tidak menikmatinya. Sebaliknya, kamu mungkin menikmati sesuatu tapi belum ahli di dalamnya. Jangan buru-buru menolak pilihan hanya karena belum ahli. Keahlian bisa dilatih, tapi minat sulit dipaksakan.
3. Susun Ulang Target Berdasarkan Nilai Pribadi
Setelah tahu apa yang penting buatmu, susun ulang target hidup. Mulai dari hal kecil:
- Bukan “harus cepat-cepat jadi manajer”, tapi “ingin belajar leadership yang sesuai gaya saya”
- Bukan “harus punya bisnis”, tapi “ingin punya penghasilan dari hobi”
Dengan begitu, kamu akan lebih termotivasi karena jalur yang kamu ambil punya makna pribadi.
4. Terima Bahwa Prosesmu Unik
Setiap orang punya waktu dan jalur masing-masing. Tidak semua orang sukses di usia 25. Tidak semua orang cocok kerja kantoran. Tidak semua orang harus kuliah S2. Terima prosesmu, dan jangan merasa tertinggal hanya karena jalanmu berbeda.
5. Belajar Mengabaikan “Suara Luar”
Ini bukan berarti menolak nasihat atau saran, tapi belajar menyaring mana yang berguna dan mana yang hanya menambah tekanan. Kembangkan kemampuan “mendengar dengan batasan”.
Cara Menjaga Energi Emosional Saat Mengejar Target Pribadi
Begitu kamu tahu arah yang ingin dituju, tantangan berikutnya adalah menjaga semangat di tengah distraksi dan ekspektasi eksternal. Berikut beberapa tips praktis:
1. Buat Ritual Refleksi Mingguan
Luangkan waktu 10 menit tiap minggu untuk mengevaluasi progres dan menyesuaikan langkah.
2. Bangun Lingkaran Sosial yang Sehat
Kelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung pilihanmu, bukan yang hanya memberi tekanan.
3. Dokumentasikan Perjalananmu
Tulis jurnal, buat konten, atau foto prosesmu. Dokumentasi ini akan jadi pengingat bahwa kamu sudah berkembang, bahkan saat rasanya stagnan.
Mari Hidup Versi Kita Sendiri
Kamu tidak malas. Kamu hanya kelelahan mengejar hidup yang tidak kamu pilih. Mulai hari ini, berhenti sebentar. Tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini hidup yang aku inginkan?” Jika belum, tidak apa-apa. Kamu punya hak untuk menyusun ulang arah.
Bagikan artikel ini ke temanmu yang sedang kehilangan arah. Barangkali, kita semua hanya butuh sedikit ruang untuk kembali jadi diri sendiri.
FAQ: Tentang Target Hidup dan Kelelahan Emosional
Apakah salah mengikuti target orang tua?
Tidak salah, selama kamu menyadari dan menyetujuinya dengan sadar. Tapi jika hanya untuk menyenangkan orang lain, kamu berisiko kehilangan arah pribadi.
Bagaimana cara tahu target itu milikku atau bukan?
Lihat bagaimana kamu merespons prosesnya. Kalau kamu selalu tertekan, sulit menikmati, dan tidak merasa puas meski berhasil, mungkin target itu bukan milikmu.
Apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur terjebak?
Mulailah dari hal kecil. Sisihkan waktu untuk mengeksplorasi hal yang kamu suka. Tidak harus langsung pindah jurusan atau resign, tapi pelan-pelan arahkan ulang hidupmu.
Apakah mengejar target pribadi bisa menjamin bahagia?
Tidak ada jaminan, tapi mengejar target pribadi memberi rasa makna, dan itu jauh lebih bertahan lama daripada sekadar validasi sosial.
Apakah salah jika ingin hidup santai dan tidak terlalu ambisius?
Tidak sama sekali. Semua orang punya ukuran sukses berbeda. Yang penting, kamu hidup dengan sadar, bukan sekadar ikut arus.
Dalam dunia yang menuntut kita untuk selalu berlari, berhenti sejenak bisa jadi bentuk keberanian. Berani bertanya, berani mengaku lelah, dan berani memilih jalan sendiri. Kita tidak malas. Kita hanya butuh waktu untuk mengenal arah.
Selamat menyusun ulang target hidupmu, sesuai versi terbaikmu.